
Puisi: Membaca 80 Tahun Indonesia Merdeka
Angin Agustus berhembus pelan,
membawa bisik-bisik dari halaman sejarah.
Delapan puluh tahun Indonesia merdeka,
delapan puluh tahun tinta perjuangan
mengalir di nadi bangsa.
Bab pertama ditulis dengan darah,
dengan bambu runcing, doa, dan air mata.
Bab kedua dibangun dengan keringat,
jalan-jalan terbentang, sekolah-sekolah berdiri,
tapi juga tercatat luka:
ketimpangan, korupsi, perpecahan.
Kini kita berada di halaman baru,
era digital yang berlari tanpa jeda,
huruf-huruf bersaing di layar kaca,
kadang bijak, kadang dusta.
Kita membaca Indonesia
seperti membaca buku yang tak pernah usai,
dan kita menulis Indonesia
dengan perbuatan sehari-hari.
Wahai anak-anak bangsa,
tulislah babmu dengan kebaikan,
agar kelak, saat dibaca generasi depan,
Indonesia dikenang bukan karena goresan luka,
melainkan karena cahaya yang abadi.
Delapan puluh tahun bukan akhir,
ia hanyalah jeda di tengah perjalanan panjang.
Semoga tinta kemerdekaan tak pernah kering,
dan merah putih tetap berkibar
di halaman-halaman masa depan.
Ditulis Oleh: Rapi, S.Pd – Bendahara PC GP Ansor Basel