
Ilustrasi Oleh Sahabat Rapi
Oleh: Septio, S.Sos
Minggu lalu, Hanan dan ngehanaknya yang bernama Aca pergi menyelamatkan ikan yang “tenggelam” (mancing) di ujung selatan Pulau Bangka. Sebelum menyelamatkan ikan yang tenggelam, Aca menyiapkan perbekalan berupa alat-alat tempur seperti batu timah, kail, tali, dan umpan.
Setelah semuanya lengkap, Aca dan Hanan menuju lokasi yang sudah mereka rencanakan untuk operasi penyelamatan ikan hari itu. Sesampainya di sana, mereka disambut oleh langit yang cerah, ditemani deburan ombak yang memecah keheningan.
“Hari ini kite pasti dapet ikan yang besak-besak!” seru Hanan dengan penuh semangat.
Aca tertawa kecil. “Dahlah ka, tu dak hua dapet ikan yang besar. Paling ikan seriding!” tambahnya dengan nada taipau.
Setelah semuanya siap, Aca dan Hanan memulai operasi mereka. Tak lama kemudian, Aca merasakan pancingnya dimakan ikan.
“Wah-wah, ade maken e nan besak ni!” seru Aca, penasaran dengan ikan apa yang akan diselamatkannya.
“Bales lah, Ca!” kata Hanan yang ikut penasaran.
Boom! Saat Aca membalas tarikan ikan, ternyata ikan yang berhasil ia selamatkan adalah ikan gelamo seberat sekitar 1 kg.
“Yuhuuuuu, streak nan!” seru Aca kegirangan.
“Lah ku pada, dak malai aben pancing ku ni, Nan!” tambah Aca dengan sangat taipau.
“Taipau ka nee, Ca. Klk hude ni ku pulek yang dapet e!” kata Hanan dengan penuh kekesalan.
Sepuluh menit setelah Aca menyelamatkan ikan gelamo, kini giliran Hanan yang merasakan getaran dari dalam air.
“Heh, ade uge ni yang maken e!” seru Hanan dengan penuh senyuman.
“Baless lah, Nan. Paling ikan seriding!” kata Aca, tertawa dengan sangat taipau.
Joran Hanan melengkung tajam, menandakan ada sesuatu yang besar di ujungnya. Dengan tenaga penuh, dia menarik ulur senar, sementara Aca memberi semangat dengan penasaran.
“Pelan-pelan, jangan hampai putus!” seru Aca.
Namun, begitu Hanan berhasil menarik tangkapannya mendekat, Aca terdiam sesaat sebelum akhirnya pecah dalam tawa terbahak-bahak.
“Lah sudeh, hanye karung!” seru Aca sambil tertawa hingga matanya berair.
Hanan menggaruk kepala, wajahnya memerah karena malu. “Tadi rasa e nuee berat, sumpah!”
“Lah ku pada tadi agek malai pancing ku ni lah!” seru Aca sambil tertawa terbahak-bahak.
Meskipun tidak mendapatkan ikan besar seperti yang diharapkan, momen itu justru menjadi kenangan yang tak terlupakan. Hari mulai gelap, tapi suasana hati mereka tetap cerah. Di pinggir pelabuhan senja itu, Hanan sadar bahwa memancing bukan hanya soal hasil tangkapan, melainkan kebersamaan yang terjalin di antara tawa dan canda bersama ngehanak, meskipun ngehanak yang taipau sekaligus.